n bahwa dia menemukan
kehidupan yang Islami di sana. Hal yang dimaksud oleh kawan kami sebagai
kehidupan Islami adalah sebatas kebiasaan atau budaya menjaga
kebersihan
seperti toilet yang selalu
bersih.
Kebiasaan atau budaya bekerja secara tekun, profesiona
l. Bahkan orang Jepang terkenal sebagai pekerja
setia pada satu perusahaan
.
Kebiasaan atau budaya menghargai
waktu dalam menepati janji, contohnya ketika
seorang pembicara asal Jepang hadir tepat pada waktu presentasi
nya sudah memohon maaf kepada hadirin karena
kebiasaan atau budaya di sana seorang pembicara biasanya hadir sebelum waktu
presentasi
agar hadirin tidak
bertanya-t
anya atau dalam ketidak
pastian.
Orang Jepang kehidupan yang Islami tersebut timbul karena ketaatan mereka
pada peraturan yang mereka sepakati bersama sehingga menjadi sebuah kebiasaan
atau budaya.
Contoh lainnya kawan kami menceritak
an ketika ke supermarke
t melihat kebiasaan orang Jepang di sana kalau
melihat potongan struk belanja atau sampah kecil lainnya pada sebuah troley
belanja maka mereka dengan suka hati memasukkan
nya ke tempat sampah.
Pertanyaan
nya adalah kenapa
kehidupan yang Islami seperti itu justru kurang terlihat pada umat Islam,
khususnya di negara kita ?
Bahkan hadits "
kebersihan
adalah sebagian dari Iman" dianggap sebagai hadits dhoif bahkan hadits
palsu
Mereka yang menganggap
nya sebagai hadits palsu adalah mereka yang hanya
berpegang pada hadits-had
its
yang telah dibukukan saja. Padahal sebagian hadits tidak
terbukukan
dan hanya dalam
bentuk hafalan yang disampaika
n
secara estafet dari lisan ke lisan secara terun temurun dalam bentuk nasehat
dimana sanad hadits tidak terlalu diperhatik
an lagi.
Sedangkan hadits-had
its
untuk perkara hukum dalam Islam atau perkara syariat atau fiqih memang sanad
hadits harus diperhatik
an.
Namun untuk perkara syariat atau fiqih buat apa lagi kita
menyibukka
n diri atau membuang
waktu mengulang kembali apa yang dikerjakan
dan dihasilkan
oleh Imam Mazhab yang empat. Terlebih lagi jumlah
hadits yang telah dibukukan hanya sebagian kecil dari jumlah hadits yang
diterima dan dihafal oleh Imam Mazhab yang empat sehingga tidak cukup sebagai
sumber untuk melakukan ijtihad dan istinbat. Oleh karenanya untuk perkara
syariat atau fiqih cukupkanla
h
pada Imam Mazhab yang empat sebagaiman
a yang telah disampaika
n dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/10/22/mazhab-yang-empat/
Mengapakah
tidak
terimpleme
ntasikan
"kebersiha
n adalah sebagian dari iman"
?
Ada yang hilang atau terlupakan
oleh umat Islam yakni tentang Ihsan yang merupakan
bagian dari tiga pokok dalam agama Islam yakni Iman, Islam dan Ihsan
Laki-laki itu bertanya, ‘Wahai Rasulullah
, apakah Islam itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Islam
adalah kamu tidak menyekutuk
an
Allah dengan sesuatu apa pun, mendirikan
shalat, membayar zakat, dan berpuasa
Ramadlan.’
Dia berkata, ‘Kamu
benar.’ Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah
, apakah iman itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu
beriman kepada Allah, malaikat-N
ya, kitab-Nya,
beriman kepada kejadian pertemuan
dengan-Nya
, beriman kepada para
Rasul-Nya,
dan kamu beriman
kepada hari kebangkita
n serta
beriman kepada takdir semuanya’.
Dia berkata, ‘Kamu benar’. Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai
Rasulullah
, apakah ihsan itu? ‘
Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah)
kepada Allah seakan-aka
n kamu melihat-Ny
a (bermakrif
at), maka jika kamu tidak
melihat-Ny
a
(bermakrif
at) maka
sesungguhn
ya Dia
melihatmu.
(HR Muslim 11)
Tentang Islam diuraikan dalam ilmu fiqih
Tentang Iman diuraikan dalam akidah atau i’tiqod atau ushuluddin
Tentang Ihsan diuraikan dalam tasawuf
Ada yang bertanya apakah Rasulullah
dan para Sahabat mengamalka
n tasawuf ?
Tasawuf hanyalah sebuah istilah untuk perkara yang berkaitan dengan ihsan
atau akhlak
Silahkan periksa kurikulum atau silabus pada perguruan tinggi Islam maka
tasawuf adalah ihsan atau akhlak
Jadi pertanyaan
tersebut sebenarnya
adalah
“Apakah Rasulullah
dan para
Sahabat mengamalka
n ihsan?
Tentu jawabannya
adalah, "Benar, Rasulullah
maupun Salafush Sholeh mengamalka
n
ihsan atau tasawuf"
Dari hadits di atas yang dimaksud ihsan adalah
seakan-aka
n kamu
melihat-Ny
a
(bermakrif
at) yakni
menyaksika
n Allah ta’ala dengan hati
(ain bashiroh)
Muslim yang bermakrifa
t
atau muslim yang menyaksika
n
Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) adalah muslim yang selalu meyakini
kehadiranN
ya, selalu sadar dan ingat
kepadaNya.
Imam Qusyairi mengatakan
“
Asy-Syahid untuk
menunjukkan sesuatu yang hadir
dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga
seakan-akan pemilik hati
tersebut senantiasa melihat dan
menyaksikan-Nya, sekalipun Dia
tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid
(penyaksi)”
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah
shallallah
u alaihi wasallam berkata:
“
Seutama-utama iman
seseorang, jika ia telah
mengetahui
(menyaksikan) bahwa Allah selalu
bersamanya, di mana pun ia
berada“
Rasulullah
shallallah
u alaihi wasallm bersabda
“
Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ
بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا
حَفْصٌ
عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رَآهُ بِقَلْبِ
Telah menceritak
an
kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritak
an kepada kami Hafsh dari Abdul Malik dari ‘Atha’ dari
Ibnu Abbas dia berkata, “
Beliau telah melihat dengan mata hatinya.” (HR
Muslim 257)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang
sahabatnya
bernama Zi’lib
Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat
Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana
saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana
Anda
melihat-Ny
a?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan
manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau
melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-
Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan,
baru saya sembah”. “Bagaimana
anda melihat-Ny
a?” dia menjawab:
“Tidak dilihat dengan mata yang memandang,
tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah,
“Ya Tuhan, yang berada di balik tirai
kemuliaanN
ya, sehingga tidak
dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam
kesempurna
an, keindahan dan
keagunganN
ya, sehingga nyatalah
bukti kebesaranN
ya dalam hati
dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembuny
i padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan
bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah
Allah yang memberikan
petunjuk
dan kepadaNya kami mohon pertolonga
n“
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaik
an, “
mereka yang sadar diri
senantiasa memandang Allah Azza
wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang
mengugurkan
hijab-hijab antara diri mereka
dengan DiriNya. Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh
sendi-sendi putus dan segala
milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada
ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika
sudah benar sempurnalah semua
perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala
perbudakan duniawi kemudian
mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan
senantiasa terus demikian dalam
menjalani ujian di RumahNya”.
Jika belum dapat melihat Allah dengan hati (ain bashiroh) atau
bermakrifa
t maka yakinlah bahwa Allah
Azza wa Jalla melihat kita.
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah
, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘
Kamu
takut (khasyyah) kepada Allah
seakan-akan kamu
melihat-Nya
(bermakrifat), maka jika kamu
tidak melihat-Nya
(bermakrifat) maka
sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR
Muslim 11)
Firman Allah ta’ala yang artinya “
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”
(QS Al Faathir [35]:28)
Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh
Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah dengan hatinya (ain
bashiroh),
setiap akan bersikap
atau berbuat sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang
dibenciNya
,
menghindar
i perbuatan maksiat,
menghindar
i perbuatan keji dan
mungkar sehingga terbentukl
ah
muslim yang berakhlaku
l karimah atau
muslim yang sholeh
Jadi jika seorang muslim mengamalka
n ihsan (tasawuf) atau meng-ihsan
-kan dirinya maka dia tidak akan
membiarkan
sampah bukan pada tempatnya
karena muslim tersebut memandang Allah dengan hatinya atau karena muslim
tersebut selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla
Jika seorang muslim mengamalka
n ihsan (tasawuf) atau meng-ihsan
-kan dirinya maka dia bekerja dengan tekun,
profesiona
l,
menghargai
waktu dalam menepati
janji, tidak bermalas-m
alasan,
tidak bermewah-m
ewahan atau tidak
boros dan tidak melakukan hal buruk lainnya karena muslim tersebut memandang
Allah dengan hatinya atau karena muslim tersebut selalu yakin diawasi oleh Allah
Azza wa Jalla
Jika seorang muslim mengamalka
n ihsan (tasawuf) atau meng-ihsan
-kan dirinya maka jika dia seorang pelajar atau
mahasiswa maka dia tidak akan melakukan perkelahia
n atau tawuran antar siswa atau antar
mahasiswa
karena mereka memandang
Allah dengan hatinya atau karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa
Jalla.
Jika seorang muslim mengamalka
n ihsan (tasawuf) atau meng-ihsan
-kan dirinya maka jika dia seorang pejabat maka
dia akan melaksanak
an
jabatannya
dengan amanah, jujur,
adil, profesiona
l dan tidak akan
melakukan korupsi karena muslim tersebut memandang Allah dengan hatinya atau
karena muslim tersebut selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla.
Kesimpulan
nya adalah
bahwa kehidupan Islami terbentuk karena kaum muslim mengamalka
n ihsan (tasawuf) atau meng-ihsan
-kan dirinya sehingga jika bersikap dan melakukan
perbuatan maka akan bersikap dan melakukan perbuatan yang
dicintaiNy
a karena kaum muslim
memandang Allah dengan hatinya atau karena kaum muslim selalu yakin diawasi oleh
Allah Azza wa Jalla.
Permasalah
annya pada
masa sekarang kaum muslim dijauhkan dari tasawuf (akhlak /
ihsan) karena termakan hasutan atau korban
ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarka
n oleh kaum Zionis Yahudi.
Salah satu contoh penghasutn
ya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward
Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of
Arabian. Laurens menyelidik
i
dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpu
lan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada
ketaatan dengan mazhab (bermazhab
) dan istiqomah mengikuti
tharikat-t
harikat tasawuf.
Laurens mengupah ulama-ulam
a
yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis buku buku yang menyerang
tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemah
kan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh
pihak orientalis
.
Contoh yang terkenal adalah penyalahgu
naan perkataan Imam Syafi’i ra yang dikutip dari Manaqib
Al Imam As Syafi’i yang ditulis oleh Imam Al Baihaqi yakni ungkapan “
Jika
seorang belajar tasawuf di pagi hari, sebelum datang waktu dhuhur engkau akan
dapati dia menjadi orang dungu.” Penjelasan
perkataan Imam Syafi’i ra tersebut telah
disampaika
n dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/06/apakah-tasawuf/
Pada hakikatnya
upaya
kaum Zionis Yahudi menjauhkan
kaum muslim dari tasawuf adalah dalam rangka merusak akhlak kaum muslim
sebagaiman
a mereka
menyebarlu
askan
pornografi
, gaya hidup bebas,
liberalism
e,
sekulerism
e,
pluralisme
, hedonisme dan lain
lain.
Ahmad Shodiq, MA-Dosen Akhlak & Tasawuf, UIN Syarif
Hidayatull
ah Jakarta sangat
menyayangk
an sirnanya
pendidikan
tasawuf
(pendidika
n akhlak) dalam
kurikulum pendidikan
di negeri
kita sebagaiman
a kutipan tulisan
beliau yang dimuat pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/06/07/pendidikan-akhlak/
Imam Sayyidina Ali ra menasehatk
an puteranya “
Sejak awal aku bermaksud
menolong mengembangkan akhlak
yang mulia dan mempersiapkanmu
menjalani kehidupan ini. Aku ingin mendidikmu menjadi seorang pemuda dengan akhlak karimah,
berjiwa terbuka dan jujur serta memiliki pengetahuan yang jernih dan tepat tentang segala sesuatu di
sekelilingmu”. Nasehat
selengkapn
ya dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/06/26/2010/11/04/nasehat-sayyidina-ali-ra/
Imam Sayyidina Ali ra dalam nasehatnya
telah menegaskan
bahwa pengembang
an akhlak yang mulia adalah hal yang utama dalam
menjalanka
n kehidupan ini.
Imam Syafi’i ~rahimahul
lah menasehatk
an kita agar mencapai ke-sholeh-
an sebagaiman
a salaf yang sholeh adalah dengan
menjalanka
n perkara syariat
sebagaiman
a yang mereka
sampaikan dalam kitab fiqih sekaligus menjalanka
n tasawuf untuk mencapai muslim yang baik, muslim
yang sholeh, muslim yang berakhlaku
l
karimah atau muslim yang Ihsan
Imam Syafi’i ~rahimahul
lah menyampaik
an nasehat (yang artinya)
,”
Berusahalah engkau
menjadi seorang yang mempelajari
ilmu fiqih (menjalani syariat)
dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.
Sesungguhnya demi Allah saya
benar-benar ingin
memberikan nasehat padamu. Orang
yang hanya mempelajari ilmu
fiqih (menjalani syariat) tapi
tidak mau menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa.
Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mau
mempelajari ilmu fiqih
(menjalani syariat), maka bagaimana
bisa dia menjadi baik (ihsan)?” [Diwan Al-Imam
Asy-Syafi'
i, hal. 47]
Imam Malik ~rahimahul
lah menasehatk
an agar kita menjalanka
n perkara syariat sekaligus
menjalanka
n tasawuf agar tidak
menjadi manusia yang rusak (berakhlak
tidak baik).
Imam Malik ~rahimahul
lah menyampaik
an nasehat (yang artinya) “
Dia yang sedang
tasawuf tanpa mempelajari fiqih
(menjalankan syariat) rusak
keimanannya , sementara dia yang
belajar fiqih (menjalankan
syariat) tanpa mengamalkan Tasawuf
rusaklah dia, hanya dia siapa memadukan keduanya terjamin benar“
Sebelum belajar Tasawuf, Imam Ahmad bin Hambal
menegaskan
kepada putranya,
Abdullah ra. “Hai anakku, hendaknya engkau berpijak pada hadits. Anda harus
hati-hati bersama orang-oran
g
yang menamakan dirinya kaum Sufi. Karena kadang diantara mereka sangat bodoh
dengan agama.” Namun ketika beliau berguru kepada Abu Hamzah
al-Baghdad
y as-Shufy, dan
mengenal perilaku kaum Sufi, tiba-tiba dia berkata pada putranya “Hai anakku
hendaknya engkau bermajlis dengan para Sufi, karena mereka bisa
memberikan
tambahan bekal pada
kita, melalui ilmu yang banyak, muroqobah,
rasa takut kepada Allah, zuhud dan himmah yang
luhur (Allah)” Beliau mengatakan
, “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih
utama ketimbang kaum Sufi.” Lalu Imam Ahmad ditanya, “Bukanlah mereka sering
menikmati sama’ dan ekstase ?” Imam Ahmad menjawab, “Dakwah mereka adalah
bergembira
bersama Allah dalam setiap
saat…”
Imam Nawawi ~rahimahul
lah berkata : “Pokok-pok
ok metode ajaran tasawuf ada lima : Taqwa kepada
Allah di dalam sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan
perbuatan,
berpaling dari
makhluk di dalam penghadapa
n
maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari pemberian-
Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali
pada Allah saat suka maupun duka “. (Risalah Al-Maqoshi
d fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawuf halaman : 20,
Imam Nawawi)
Salah satu pelopor tasawuf dari kalangan Tabi’in , Al Hasan al-Basri ra
(Madinah,2
1H/
642M – Basrah,110 H/
728M) , berkata: ”Barangsiapa yang memakai tasawuf
karena tawaduk (kepatuhan
)
kepada Allah akan ditambah Allah cahaya dalam diri dan Hatinya, dan barang siapa
yang memakai tasawuf karena kesombonga
n kepadanya akan dicampakka
n kedalam neraka”.
Buya Hamka penulis buku “Tasawuf Modern” setelah mengikuti Tarekat
Qodiriyah Naqsabandi
yah pernah
berujar di Pesantren Suryalaya Tasikmalay
a bahwa dirinya bukanlah Hamka, tetapi “Hampa”
sebagaiman
a yang
dituturkan
oleh Dr Sri Mulyati,
pengajar tasawwuf UIN Syarif Hidayatull
ah
“Dirinya bukanlah Hamka tetapi “hampa” adalah ungkapan
penyaksian
Allah ta’ala dengan
hati (ain bashiroh) atau bermakrifa
t. Mereka yang menjadi shiddiqin yakni
membenarka
n dan
menyaksika
n bahwa selain Allah
ta’ala adalah tiada. Selain Allah ta’ala adalah tiada apa apanya. Selain Allah
ta’ala adalah bergantung
padaNya.
Begitupula
Bung Karno
dalam pencarian dan menyampaik
an
keingginan
nya agar dapat
meninggal dunia dalam keadaan tersenyum sebagaiman
a yang beliau ungkapkan kepada Prof. Dr.H.SS.
Kadirun Yahya MA, Msc, Rektor Universita
s Pembanguna
n Panca Budi Medan, Thariqat
Naqsyaband
iyah
Khalidiyah
sebagaiman
a yang terurai dalam tulisan
pada
https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/09/sukarno-dan-mati-senyum/
Sekali lagi kami mengingatk
an bahwa tasawuf adalah jalan untuk mencapai
muslim yang ihsan yakni muslim yang bermakrifa
t. Lebih lanjut tentang tasawuf atau tentang ihsan
silahkan baca tulisan pada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar