Bumi kita rusak. Kadang kita menyalahkan tangan-tangan jahil yang
merambah hutan sehingga terjadi kebakaran, kadang kita juga menggerutu
pada asap kendaraan bermotor yang bertimbal, tetapi kita tak pernah
sadar bahwa kita sebenarnya bagian dari kawanan perusak bumi. Mengapa?
Karena kita tak mau peduli akan lingkungan yang sebenarnya menjadi
tanggung jawab kita bersama. Mungkin hanya segelintir orang yang mau
peduli -namun itu juga terhalang oleh mereka yang cenderung apatis
terhadap lingkungannya. Kita harus menjaga bumi kita, lingkungan kita,
dan terus melestarikannya demi anak cucu kita. Betapa indahnya
lingkungan kita bila kita saling menjaga, mulai peduli, dan bergerak
demi sesuatu yang sangat pasti yaitu keberlangsungan hidup kita dibumi
dengan udara bersih, air yang layak, sinar matahari yang aman, dan tentu
masih banyak lagi yang membuat kita semakin nyaman, sehingga 22 April
sebagai hari Bumi atau 5 Juni sebagai hari lingkungan hidup sedunia
tidak lagi hari yang hanya diperingati namun kita tak melakukan apa-apa
setelah hari itu.
Salah satu faktor kerusakan bumi ialah pencemaran, baik berupa pencemaran udara, air, ataupun tanah. Semua itu membuat bumi semakin sengsara. Oleh karena itu semua hal yang menyangkut pelarangan membuang limbah ke bumi haruslah kita dukung untuk kepentingan kita bersama. Tak sedikit dari pencemaran itu merupakan hal yang sangat merugikan. Pencemaran lingkungan merupakan masalah kita bersama, yang semakin penting untuk diselesaikan, karena menyangkut keselamatan, kesehatan, dan kehidupan kita. Siapapun bisa berperan serta dalam menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, termasuk kita. Dimulai dari lingkungan yang terkecil, diri kita sendiri, sampai ke lingkungan yang lebih luas. Permasalahan pencemaran lingkungan yang harus segera kita atasi bersama diantaranya pencemaran air tanah dan sungai, pencemaran udara perkotaan, kontaminasi tanah oleh sampah, hujan asam, perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, kontaminasi zat radioaktif, dan sebagainya.
Pencemar datang dari
berbagai sumber dan memasuki udara, air dan tanah dengan berbagai cara.
Pencemar udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industi, dan
pembakaran sampah. Pencemar udara dapat pula berasal dari aktivitas
gunung berapi. Pencemaran sungai dan air tanah terutama dari kegiatan
domestik, industri, dan pertanian. Limbah cair domestik terutama berupa
BOD, COD, dan zat organik. Limbah cair industri menghasilkan BOD, COD,
zat organik, dan berbagai pencemar beracun. Limbah cair dari kegiatan
pertanian terutama berupa nitrat dan fosfat.
Proses pencemaran dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan atau mengganggu keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung, yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga menyebabkan pencemaran. Pencemar ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa gangguan kesehatan langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu tertentu (penyakit kronis). Sebenarnya alam memiliki kemampuan sendiri untuk mengatasi pencemaran (self recovery), namun alam memiliki keterbatasan. Setelah batas itu terlampaui, maka pencemar akan berada di alam secara tetap atau terakumulasi dan kemudian berdampak pada manusia, material, hewan, tumbuhan dan ekosistem.
Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pegelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari ‘pengelolaan’ gaya hidup masyrakat. Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Misalnya saja, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur = 55.000 m3). [Bapedalda, 2000]. Selain Jakarta, jumlah sampah yang cukup besar terjadi di Medan dan Bandung. Kota metropolitan lebih banyak menghasilkan sampah dibandingkan dengan kota sedang atau kecil.
Jenis-jenis sampah
Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2 yaitu sampah organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dll. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami. Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah. Namun dari 30% sisa dari sampah anorganik ini menimbulkan banyak masalah tersendiri bagi kita.
Penyelesaian masalah pencemaran
Proses pencemaran dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan atau mengganggu keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung, yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga menyebabkan pencemaran. Pencemar ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa gangguan kesehatan langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu tertentu (penyakit kronis). Sebenarnya alam memiliki kemampuan sendiri untuk mengatasi pencemaran (self recovery), namun alam memiliki keterbatasan. Setelah batas itu terlampaui, maka pencemar akan berada di alam secara tetap atau terakumulasi dan kemudian berdampak pada manusia, material, hewan, tumbuhan dan ekosistem.
Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pegelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari ‘pengelolaan’ gaya hidup masyrakat. Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Misalnya saja, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur = 55.000 m3). [Bapedalda, 2000]. Selain Jakarta, jumlah sampah yang cukup besar terjadi di Medan dan Bandung. Kota metropolitan lebih banyak menghasilkan sampah dibandingkan dengan kota sedang atau kecil.
Jenis-jenis sampah
Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2 yaitu sampah organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dll. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami. Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah. Namun dari 30% sisa dari sampah anorganik ini menimbulkan banyak masalah tersendiri bagi kita.
Penyelesaian masalah pencemaran
Penyelesaian
masalah pencemaran terdiri dari langkah pencegahan dan pengendalian.
Langkah pencegahan pada prinsipnya mengurangi pencemar dari sumbernya
untuk mencegah dampak lingkungan yang lebih berat. Di lingkungan yang
terdekat, misalnya dengan mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan (reduce), menggunakan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle).
Di bidang industri misalnya dengan mengurangi jumlah air yang dipakai,
mengurangi jumlah limbah, dan mengurangi keberadaan zat kimia PBT
(Persistent, Bioaccumulative, and Toxic), dan berangsur-angsur
menggantinya dengan Green Chemistry. Green chemistry
merupakan segala produk dan proses kimia yang mengurangi atau
menghilangkan zat berbahaya. Tindakan pencegahan dapat pula dilakukan
dengan mengganti alat-alat rumah tangga, atau bahan bakar kendaraan
bermotor dengan bahan yang lebih ramah lingkungan. Pencegahan dapat pula
dilakukan dengan kegiatan konservasi, penggunaan energi alternatif,
penggunaan alat transportasi alternatif, dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Bentuk pencegahan lainnya yaitu melalui teknologi. Melalui teknologi kemungkinan masalah lingkungan yang kita hadapi bisa diselesaikan dengan lebih cepat lagi. Tetapi tentunya teknologi membutuhkan biaya besar. Sebut saja teknologi yang diberlakukan di negara Singapura yaitu teknologi incinerator (pembakar sampah) yang menggunakan dana mencapai milyaran rupiah. Sehingga teknologi pembakaran sampah itu sama sekali tidak menimbulkan masalah pencemaran udara. Kenapa? karena teknologi itu benar-benar diterapkan sesuai dengan spesifikasi dan persyaratannya. Semua asap yang keluar dari insinerator tidak boleh mengotori udara. Setiap asap yang keluar dari alat tersebut dipantau dengan alat ukur antipolutan. Jika ada asap hitam yang keluar, berarti insinerator itu harus diperbaiki atau diganti.
Langkah pengendalian sangat penting untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat. Pengendalian dapat berupa pembuatan standar baku mutu lingkungan, monitoring lingkungan dan penggunaan teknologi untukmengatasi masalah lingkungan. Untuk permasalahan global seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, dan pemanasan global diperlukan kerjasama semua pihak antara satu negara dengan negara lain.
Bentuk pencegahan lainnya yaitu melalui teknologi. Melalui teknologi kemungkinan masalah lingkungan yang kita hadapi bisa diselesaikan dengan lebih cepat lagi. Tetapi tentunya teknologi membutuhkan biaya besar. Sebut saja teknologi yang diberlakukan di negara Singapura yaitu teknologi incinerator (pembakar sampah) yang menggunakan dana mencapai milyaran rupiah. Sehingga teknologi pembakaran sampah itu sama sekali tidak menimbulkan masalah pencemaran udara. Kenapa? karena teknologi itu benar-benar diterapkan sesuai dengan spesifikasi dan persyaratannya. Semua asap yang keluar dari insinerator tidak boleh mengotori udara. Setiap asap yang keluar dari alat tersebut dipantau dengan alat ukur antipolutan. Jika ada asap hitam yang keluar, berarti insinerator itu harus diperbaiki atau diganti.
Langkah pengendalian sangat penting untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat. Pengendalian dapat berupa pembuatan standar baku mutu lingkungan, monitoring lingkungan dan penggunaan teknologi untukmengatasi masalah lingkungan. Untuk permasalahan global seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, dan pemanasan global diperlukan kerjasama semua pihak antara satu negara dengan negara lain.
Bentuk pengendalian lainnya salah satunya adalah Produksi Bersih dan Prinsip 4R. Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis. Prinsip-prinsip Produksi Bersih adalah prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian misalnya dengan menerapkan Prinsip 4R, yaitu:
Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
Replace (Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.
Contoh dari barang-barang yang bias menggunakan prinsip 4R ialah botol Bekas wadah kecap, saos, sirup, krim kopi dll baik yang putih bening maupun yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal. Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecuali kertas yang berlapis (minyak atau plastik). Logam bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue, rangka meja, besi rangka beton dll. Plastik bekas wadah sampo, air mineral, jerigen, ember dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar